Showing posts with label Gutenberg. Show all posts
Showing posts with label Gutenberg. Show all posts

Jejak Sejarah Percetakan dari Gutenberg hingga Indonesia


Sejarah percetakan adalah bagian penting dalam perjalanan peradaban manusia. Sejak dahulu, manusia telah mencoba berbagai cara untuk menyebarkan informasi, mulai dari ukiran di batu, tulisan tangan di perkamen, hingga akhirnya ditemukan teknik cetak. Kemunculan teknologi ini menjadi tonggak besar dalam sejarah dunia karena memungkinkan penyebaran ilmu pengetahuan secara luas dan cepat.

Penemuan paling revolusioner dalam dunia percetakan klasik terjadi pada abad ke-15, ketika seorang tukang emas asal Jerman bernama Johannes Gutenberg menciptakan mesin cetak dengan sistem huruf lepas. Gutenberg menciptakan teknologi yang menggabungkan cetakan logam yang bisa dipindah-pindah (movable type), tinta berbasis minyak, dan mesin cetak bertekanan. Inovasi ini melahirkan produksi buku massal untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia.

Salah satu karya paling terkenal dari mesin cetak Gutenberg adalah Gutenberg Bible yang dicetak sekitar tahun 1455. Ini menjadi bukti awal dari kemampuan teknologi percetakan dalam menyebarkan dokumen penting ke berbagai kalangan. Sebelum teknologi ini hadir, satu buku bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun untuk disalin secara manual. Setelah adanya mesin cetak, jumlah salinan buku meningkat pesat, dan akses terhadap pengetahuan menjadi lebih terbuka.

Setelah sukses di Eropa, perkembangan percetakan modern menyebar ke seluruh dunia. Di Asia, teknik cetak sebenarnya sudah dikenal lebih awal, terutama di Tiongkok dan Korea. Namun, sistem cetak di Asia lebih bersifat blok cetak (woodblock printing), bukan huruf lepas. Adaptasi mesin cetak gaya Gutenberg menjadi tonggak perubahan besar dalam produksi buku dan surat kabar di banyak negara.

Percetakan di Indonesia mulai berkembang pada abad ke-17 ketika penjajah Belanda membawa teknologi cetak ke Nusantara. Penerbitan pertama yang tercatat adalah kitab Injil dalam bahasa Melayu pada tahun 1629, yang dicetak di Batavia (sekarang Jakarta). Sejak saat itu, dunia percetakan Indonesia mulai berkembang pesat, terutama dengan kehadiran sekolah misi, surat kabar, dan penerbitan lokal.

Masuknya teknologi percetakan ke Indonesia membawa dampak besar terhadap penyebaran informasi dan pendidikan. Surat kabar pertama di Indonesia, Bataviaasch Nieuwsblad, mulai terbit pada abad ke-19. Tak lama kemudian, banyak terbitan lokal bermunculan dalam bahasa Belanda, Melayu, Jawa, hingga bahasa daerah lainnya. Dunia pergerakan nasional juga tak lepas dari peran besar percetakan dalam menyebarkan semangat kebangsaan dan pendidikan.

Di masa kemerdekaan, industri percetakan Indonesia mengalami perkembangan signifikan. Percetakan tidak hanya digunakan untuk kebutuhan administratif dan buku pelajaran, tetapi juga menjadi alat penting dalam penyebaran media massa dan budaya populer. Berbagai perusahaan percetakan swasta dan milik negara bermunculan untuk memenuhi kebutuhan cetak nasional.

Kini, di era digital, percetakan klasik mengalami banyak transformasi. Meski teknologi digital mulai menggantikan beberapa fungsi cetak, namun keberadaan mesin cetak offset dan digital printing masih sangat penting. Buku, majalah, brosur, dan media cetak lainnya tetap memiliki tempat tersendiri di masyarakat, terutama dalam dunia pendidikan, seni, dan bisnis.

Mempelajari sejarah percetakan bukan sekadar menengok masa lalu, tetapi juga memahami bagaimana teknologi dapat memengaruhi perkembangan budaya dan peradaban. Dari Gutenberg hingga ke pelosok Nusantara, jejak perjalanan percetakan telah menciptakan dampak besar bagi dunia pendidikan dan literasi.

Penyebaran Teknik Mencetak


Pada postingan yang lalu sedikitnya telah saya ulas mengenai sejarah teknis mencetak yang ditemukan oleh Johanes Gutenberg di Mainz, Jerman, yang merupakan awal penyebaran teknik mencetak ke benua Eropa setelah terjadi peperangan dikota yang ditempati Gutenberg.

Menurut beberapa sumber, teknik mencetak menyebar diawali sekitar tahun 1500 an. Ditahun tersebut terhitung lebih dari 1000 perusahaan percetakan mulai tersebar. Seni Cetak-mencetak menyebar secara luas ke seluruh Eropa. Bahkan diduga sekitar 40.000 buku dan karya cetak lainnya dikerjakan dimasa ini. Cetakan pertama dinamakan inkunabulas, karena keindahannya hasil cetakan tersebut menjadi barang berharga di museum-museum seluruh dunia. Beberapa jenis karya cetak menggunakan ragam huruf baru seperti pada masa Johanes Gutenberg yang menggunakan typografi (huruf) jenis Gotik dengan berbagai ukuran, tetapi di Eropa bagian selatan sejak tahun 1500 telah diukir dan dikembangkan ke jenis hurup Antiqua yang pertama. Beberapa perusahaan percetakan terkenal di Eropa seperti Calude Garamond di Perancis, John Baskerville di Inggris, dan Giambattista Bodoni di Itali masing masing telah menciptakan jenis-jenis huruf yang terkenal sekaligus menambah koleksi typografi pada masa itu.

Di jaman industrialisasi di Eropa sekitar abad ke 19 terjadi perubahan besar-besaran didunia teknik mencetak ini, beberapa perusahaan percetakan ketika itu menciptakan berbagai macam teknik baru bidang cetak-mencetak, seperti Friedrich König telah menciptakan mesin cetak berkecepatan tinggi (highspeed press) sekitar tahun 1828 dan pada tahun 1846 diciptakan mesin penyusun (composing machine). Nah, sejak saat itulah hampir tak terhitung lagi penyempurnaan-penyempurnaan pada peralatan cetak-mencetak.

Bagaimana Penyebaran teknik mencetak di Indonesia?
Untuk sekedar membuat teks dan rangkaian cerita pada waktu itu teknik cetak-mencetak dilakukan dengan cara mengukir pada batu atau dituliskan di atas daun lontar (papirus). Hal ini berbeda dengan perkembangan di negeri Eropa, karena belum masuknya pengetahuan cetak-mencetak maka hanya beberapa orang terpelajar saat itu mampu membaca dan menulis. Sekitar tahun 1596 para pedagang Belanda pertama mendarat di Jawa Barat. Koloni pedagang lainnya mengikuti ditahun 1602 membentuk 'Verenigde Oost Compagnie' alias VOC. Pada saat itulah diduga pengetahuan cetak-mencetak secara teknis dibawa ke Indonesia.

Mungkin diantara rekan-rekan yang ingin melengkapi mengenai sejarah cetak mencetak ini boleh share dengan saya, mudah-mudahan bisa saling melengkapi untuk menambah wawasan kita semua.

Sejarah Teknik Mencetak Gutenberg


Mencetak merupakan bagian dari pekerjaan membuat salinan dalam jumlah banyak atau lebih banyak dari acuan aslinya yang sama. Menurut beberapa sumber metode cetak-mencetak ditemukan Johanes Guntenberg, di Mainz, Jerman, pada tahun 1440. Penemuan ini sampai sekarang merupakan salah satu hasil karya terbesarnya dalam sejarah. Melalui barang-barang cetakan jiwa manusia terbuka bagi semua orang. Dengan bantuan cetakan pengetahuan dapat disimpan di atas kertas setiap saat, untuk kapan saja, dan dapat disampaikan kepada setiap orang dari semua generasi.

Di Asia, terutama di Cina dan Korea, cetak-mencetak sudah dikenal sekitar 1000 tahun lalu. Teks dan gambar diukirkan pada sekeping papan, tanah liat atau logam, kemudian acuan/stempel tersebut diberi tinta kemudian ditumpangkan selembar kertas (papirus) diatasnya yang kemudian ditekan sehingga tinta dari stempel tersebut pindah ke permukaan kertas.

Sementara di Eropa, percetakan tertua yang menggunakan metode tersebut dimulai sekitar 600 tahun yang lalu. Sebelum ditemukan teknik cetak, awalnya seluruh buku harus ditulis tangan yang biasanya dikerjakan oleh para biara-biara. Dengan demikian sebuah buku menjadi barang yang sangat berharga pada waktu itu dan hanya orang yang sungguh kaya lah dapat memilikinya, Sehingga aktifitas membaca dan menulis hanya terbatas pada segelintir orang berpendidikan.

Gagasan spektakuler Gutenberg
pada saat itu tentu sangat membantu dan memberikan kemudahan bagi dunia cetak-mencetak. Dengan menggunakan huruf-huruf tunggal yang diukirkan pada kayu sebagai acuan cetak sederhana pun diciptakannya, kemudian berkembang menjadi ukiran pada bahan logam yang merupakan kerja keras Johanes Gutenberg. Setiap huruf dan tanda awalnya harus diukirkan pada sebatang besi dengan posisi secara terbalik (mirror). Kemudian stempel besi ini menjadi alat penakik yang diketukkan pada selembar lempengan tembaga yang akan menjadi acuan/matres.

Gutenberg sadar bahwa penemuannya hanya akan berhasil kalau ia dapat mempertahankan mutu artistik hasil cetakannya. Hidup sehari-hari Gutenberg sebagai tukang emas sangat mengenal baik para seniman penulis dan pelukis buku. Dia harus berfikir ekstra untuk memecahkan masalah teknis pada cetakan agar dapat menciptakan buku dengan nilai artistik tinggi. Namun disisi lain kehidupan Gutenberg yang tidak banyak diketahui, ketika itu orang hanya mengenal dia sebagai orang yang selalu dalam kekurangan uang. Dengan meminjam uang ia memulai pekerjaan besarnya yang pertama yaitu mencetak alkitab, yang disebut alkitab 42 baris.

Pada tahun 1462 kota asalnya Gutenberg saat itu dihancurkan karena telah terjadi peperangan sehingga para pekerja cetaknya menyebar ke seluruh Eropa yang dengan demikian dapat membukakan rahasia cetak-mencetak yang sejak awal mula dijaganya dengan baik. Usai terjadi peperangan Gutendberg sendiri tinggal di Mainz dan memulai usaha percetakan kecil-kecilan kembali, namun tanpa suatu karya yang besar. Setelah kota asalnya dihancurkan karena peperangan, dan ditinggalkan para ‘operator mesin cetaknya’ akhirnya percetakan tersebut diambil alih oleh kawannya, Fust dan Schoffer yang kemudian meneruskan roda usaha percetakan dengan menggunakan huruf-huruf karya Gutenberg yang indah. Gutenberg tidak dapat mengembalikan hutang-hutangnya ditambah lagi kalah dalam perkara di pengadilan dan akhirnya menjadi orang miskin. Sungguh malang kehidupan Gutenberg sebagai penemu teknik mencetak, ia meninggal pada tanggal 3 Februari 1468 namun hingga saat ini ide cerdas Gutenberg masih dipakai sepanjang masa.